Selasa, 24 Januari 2012

BUDIDAYA KAMBING PEDAGING

Posted on 25-01-2012
Kambing (Capra aegagrus hircus), secara genetik berbeda dengan domba atau biri-biri (Ovis Linnaeus, Ovis aries). Ciri khas yang paling mudah membedakan kambing dengan domba adalah tanduknya. Tanduk kambing tumbuh mengarah ke atas, baru kemudian melengkung ke belakang. Sedangkan tanduk domba, tumbuh ke arah belakang, terus melengkung ke bawah membentuk lingkaran. Kambing jantan berjenggot, domba jantan tidak berjenggot. Namun di pasar, terlebih setelah ternak ini dipotong dan dipasarkan sebagai daging, masyarakat hanya mengenal nama kambing. Daging kambing dan daging domba, sama-sama disebut daging kambing.

Konsumen, tidak pernah menjumpai daging domba. Terlebih sate domba, gulai domba, sop domba, dan domba guling. Padahal, populasi domba di Indonesia, lebih banyak dibanding dengan kambing. Masyarakat Jawa Barat, lebih senang memelihara domba. Sedangkan masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur, menyukai domba maupun kambing. Hingga di Jawa Tengah, dikenal istilah wedhus gibas (kambing etawa), wedhus kacangan (kambing kecil, kambing biasa), dan wedhus gembel (domba, biri-biri). Bulu kambing lurus dan halus, sedangkan bulu domba keriting dan bergulung-gulung mirip awan. Awan panas di Gunung Merapi, Jawa Tengah, disebut “wedhus gembel”, karena bentuknya mirip bulu domba.

Kalau di Indonesia daging kambing dan domba dianggap sama, maka di pasar internasional, kambingnya sendiri disebut goat, sedangkan dagingnya chevon. Domba disebut sheep, dan dagingnya mutton atau lamb. Hingga masyarakat tidak bingung memilih, mana yang daging kambing dan mana yang domba. Perbedaan antara kambing dengan domba juga terdapat pada pakannya. Domba lebih menyenangi rumput, sedangkan kambing mau makan daun-daunan. Sebab habitat nenek moyang kambing berupa pegunungan gunung yang banyak perdu serta pepohonannya. Habitat nenekmoyang domba adalah lembah pegunungan yang kaya rumput.

# # #

Kambing mulai dibudidayakan manusia sejak 10.000 tahun yang lalu, di lereng pegununganh Zagros, Iran. Ketika itu, masyarakat setempat memelihara kambing, domba serta sapi untuk dimanfaatkan susu, daging, wool, dan kulitnya. Kulit kambing digunakan sebagai pakaian, alas tidur, tenda, wadah air dan anggur, serta untuk menulis. Sebelum digunakan kertas yang diketemukan oleh Bangsa China, masyarakat Timur Tengah menulis terutama dengan kulit kambing dan domba. Selain dengan kain dan lembaran daun Papyrus. Ketika itu, yang disebut “membudidayakan” hanyalah sekadar menjaga dan menggiring ternak ke padang rumput yang lebih hijau.

Nama Capra aegagrus diberikan oleh Erxleben, pada tahun 1777, dengan beberapa subspesies. Di antaranya adalah Capra aegagrus aegragus (Bezoar IbeX), Capra aegagrus blythi (Sindh Ibex), Capra aegagrus chialtanensis (Chiltan Ibex), Capra aegagrus creticus (Cretan Kri-kri), Capra aegagrus hircus (kambing budidaya, Domestic Goat), dan Capra aegagrus turmenica (Bearded Goat). Selain itu masih ada pula Alpine Ibex, Nubian Ibex, Spanish Ibex, Chamois, Markhor, West Caucasian Tur, East Caucasian Tur, dan Auckland Island Goat yang terancam punah. Kecuali Capra aegagrus hircus, semua jenis yang disebutkan tadi merupakan kambing liar.

Kambing budidaya sendiri, terbagi pula menjadi beberapa jenis, sesuai dengan tujuan budidayanya. Yang termasuk kategori kambing pedaging antara lain Boer, Kiko, Rove, Spanish, Fainting dan Pygmy. Yang dipelihara sebagai kambing perah adalah French Alpine, British Alpine, American Alpine, Golden Guernsey, La Mancha, Nigerian Dwarf, Nubian, Anglo-Nubian, Oberhasli, Rove, Saanen, Sable Saanen, Toggenburg, Kinder, Majorera, dan Palmera. Jenis yang dibudidayakan untuk diambil bulunya adalah Angora, Cashmere, Pygora, dan Nigora. Khusus untuk produksi kulit adalah Black Bengal (kambing benggala). Pygmy, Nigerian Dwarf dan Australian Miniature Goat adalah jenis kambing yang dipelihara sebagai pet (hewan peliharaan).

Di Indonesia, baik kambing maupun domba, hanya dipelihara untuk dimanfaatkan daging dan kulitnya. Sebab bulu domba maupun kambing, tidak pernah diambil untuk dipintal menjadi bahan pakaian dan karpet. Domba, hampir tidak pernah diambil susunya. Tetapi kambing, khususnya kambing Peranakan Ettawa (PE), sudah teribasa diperah susunya. Nilai ekonomis susu kambing, lebih tinggi dibanding dengan susu sapi. Itulah sebabnya di Jawa Tengah dan DIY, khususnya di Purworejo dan Kulonprogo, pemeliharaan kambing PE berkembang dengan sangat pesat. Selain daging dari kambing jantan, peternak juga bisa memperoleh tambahan penghasilan dari susu.

# # #

Habitat asli kambing adalah pegunungan, dengan lereng dan tebing yang curam. Hingga menu kambing lebih banyak berupa daunan. Baik daun perdu maupun pohon. Beda dengan domba yang lebih menyukai rumput, karena habitat aslinya berupa lembah dengan padang rumputnya. Para peternak yang memelihara kambing dan domba dalam kandang, tahu kecenderungan ternak mereka. Hingga mereka lebih banyak memberi rumput pada domba, dan daun-daunan pada kambing. Kambing mau makan daun nangka, albisia, lamtoro, singkong, batang jagung (tebon), limbah ubi jalar, kacang tanah dan juga rumput. Sebaliknya domba kurang menyukai daun-daunan.

Di beberapa tempat di Jawa, kambing dan domba dipelihara dengan cara diliarkan. Demikian pula di Sumatera. Bahkan di Sumatera, juga di Sulawesi, NTB dan NTT, sapi dan kerbau pun dipelihara dengan diliarkan. Meskipun sama-sama diliarkan, kambing akan lebih memilih menu daun-daunan, sementara domba lebih memilih menu rumputan. Seorang peternak di kawasan Sumatera Utara, pernah mengeluh karena kambingnya terkena penyakit dan banyak yang mati. Meskipun peternak ini sudah menghubungi dokter hewan setempat, kematian kambingnya tetap tidak tercegah. Setelah dia berkonsultasi dengan Insinyur Peternakan, barulah masalahnya teratasi.

Ternyata, masalah yang dihadapi peternak tadi adalah soal pakan. Dia memelihara kambing sekaligus domba, yang dikandangkan secara terpisah. Pakan untuk dua jenis ternak ruminansia ini sama, yakni rumput gajah dan hijauan limbah pertanian, tanpa konsentrat. Dengan pakan ini, domba dapat hidup sehat dan produktif. Sementara tanpa pakan daun-daunan, kambingnya mudah terserang penyakit. Setelah pakannya diubah, maka kambing yang dipelihara peternak tadi bisa sehat dan berkembangbiak, sama dengan dombanya. Fakta ini telah menimbulkan anggapan, bahwa domba lebih tahan banting dibanding kambing.

Di Indonesia maupun di dunia internasional, populasi kambing memang kalah dibanding domba. Namun daging kambing punya kelebihan dibanding dengan daging domba, sapi bahkan juga ayam. Sebab daging kambing lebih sedikit mengandung asam lemak jenuh dan kolesterol, dibandingkan dengan daging domba dan sapi. Kecilnya kandungan lemak dan kolesterol pada daging kambing, bahkan bisa disetarakan dengan daging ayam. Nutrisi daging kambing juga lebih baik dibanding ayam, karena kandungan mineralnya lebih tinggi. Selama ini, masyarakat selalu keliru, menganggap daging kambing mengandung asam lemak jenuh dan kolesterol tinggi.

# # #

Kekeliruan masyarakat Indonesia ini, disebabkan oleh disamakannya daging kambing dengan daging domba. Meskipun dalam beberapa hal, kambing memang sangat mirip dengan domba. Selain sama-sama hewan ruminansia (memamah biak), umur dewasa kambing dan domba juga sama, yakni sekitar satu tahun. Pada umur itu, kambing betina siap dikawinkan dan beranak. Usia kebuntingan pada kambing dan domba juga sama, yakni sekitar 150 hari (5 bulan). Hingga dalam satu tahun, seekor induk betina dapat melahirkan anak sampai dua kali, sebanyak dua ekor. Kedangkala kambing hanya beranak satu ekor, tetapi bisa pula tiga ekor.

Seekor induk kambing perah yang baik, mampu menghasilkan susu sebanyak 2 liter per hari. Namun kambing PE umumnya hanya menghasilkan susu1 sampai 1,5 liter per hari. Masa laktasi kambing antara 200 sampai 300 hari (8 sampai 10 bulan). Pada pemeliharaan kambing pedaging, peternak akan menyapih anak kambing paling lama pada umur 4 bulan, kemudian kembali mengawinkan induknya. Hingga pada tahun tersebut, induk betina dapat beranak dua kali. Kalau pada bulan Januari peternak membeli sepasang anak kambing lepas sapih (umur 7 bulan), maka pada bulan Juni tahun itu juga kambing akan siap kawin.

Pada bulan November tahun itu pula, kambing akan beranak. Tahun berikutnya induk betina akan beranak pada bulan Oktober. Sementara anak yang lahir pada bulan November tahun sebelumnya, akan siap kawin pada bulan November atau Desember. Pada tahun III, peternak sudah memiliki dua induk betina, dua kambing jantan dan empat ekor anak kambing. Anak kambing umumnya berkelamin jantan betina secara proporsional. Pada tahun IV, peternak sudah punya empat induk betina, empat kambing jantan dan delapan ekor anak kambing. Budidaya kambing relatif cepat menguntungkan, karena pertumbuhannya mengikuti deret ukur.

http://foragri.wordpress.com/2011/05/09/budidaya-kambing-pedaging/